Banyak hal yang menarik untuk dibicarakan mengenai kehidupan di pulau
Lombok, khususnya mengenai sejarah asal usul masyarakat, kerajaan yang
pernah ada, keyakinan dan agama, hingga objek wisata yang di tawarkan.
Sehingga dalam kesempatan ini saya mencoba mengangkat sebuah tema
mengenai beberapa hal yang ada di pulau Lombok. Berikut penjelasannya:
1. Pendahuluan
Lombok (penduduk pada tahun 1990: 2.403.025) adalah sebuah pulau di kepulauan Sunda Kecil atau Nusa Tenggara yang terpisahkan oleh Selat Lombok dari Bali di sebelah barat dan Selat Alas di sebelah timur dari Sumbawa. Pulau ini kurang lebih bulat bentuknya dengan semacam “ekor” di sisi barat daya yang panjangnya kurang lebih 70 km. Pulau ini luasnya adalah 4.725 km² (sedikit lebih kecil daripada Bali). Kota utama di pulau ini adalah Kota Mataram.
Lombok (penduduk pada tahun 1990: 2.403.025) adalah sebuah pulau di kepulauan Sunda Kecil atau Nusa Tenggara yang terpisahkan oleh Selat Lombok dari Bali di sebelah barat dan Selat Alas di sebelah timur dari Sumbawa. Pulau ini kurang lebih bulat bentuknya dengan semacam “ekor” di sisi barat daya yang panjangnya kurang lebih 70 km. Pulau ini luasnya adalah 4.725 km² (sedikit lebih kecil daripada Bali). Kota utama di pulau ini adalah Kota Mataram.
Selat Lombok menandai jalan masuk dari pemisah biogeografis antara
fauna di wilayah Indomalay dan perbedaan fauna yang sangat jelas di
Australasia dikenal dengan Wallace line, diambil dari nama penemunya
Alfred Russel Wallace.
Pemetaan pulau Lombok didominasi oleh stratovolcano Gunung Rinjani,
yang mencapai tinggi 3.726m (12.224 kaki), yang membuat Gunung Rinjani
menjadi gunung tertinggi ketiga di Indonesia. Di lembah Gunung Rinjani,
Anda akan menemukan hutan hijau yang rimbun, sawah dan air terjun yang
indah.
Pusat keramaian yang paling berkembang di sebelah barat adalah
Senggigi, tersebar 30 kilometer sepanjang jalan pantai disebelah utara
Mataram, Sementara para divers biasanya berkumpul bersama di Gili, yang
berada di pantai barat.
Bagian selatan dari pulau Lombok adalah tanah yang subur dimana
jagung, kopi, tembakau dan kapas tumbuh. Salah satu tujuan wisata yang
populer adalah Kuta, terkenal dengan pantai yang belum tersentuh dan
beberapa orang menganggap pantai ini adalah salah satu tempat
berselancar terbaik di dunia.
Dalam total area sebesar 4.752km2 (1.825 sq mi) terdapat 2.950.105
orang (2005), 85% adalah suku Sasak, yang awalnya diperkirakan berpindah
dari Jawa pada awal abad sebelum Masehi. Sejak populasi suku Sasak
mempelajari Islam, pemandangan di pulau Lombok mulai banyak dipenuhi
dengan Masjid-masjid dan menaranya, dan di desa tradisional suku Sasak,
Anda bisa menemukan kehidupan pedesaan dengan budayanya yang unik.
Penduduk lain termasuk 10-15% orang Bali, dengan selebihnya adalah orang
Cina, Arab, Jawa dan Sumbawa.
2. Sejarah awal mula
Era Pra Sejarah tanah Lombok tidak jelas karena sampai saat ini belum ada data-data dari para ahli serta bukti yang dapat menunjang tentang masa pra sejarah tanah Lombok ini.
Era Pra Sejarah tanah Lombok tidak jelas karena sampai saat ini belum ada data-data dari para ahli serta bukti yang dapat menunjang tentang masa pra sejarah tanah Lombok ini.
Suku Sasak temasuk dalam ras tipe Melayu yang konon telah tinggal di
Lombok selama 2.000 tahun yang lalu dan diperkirakan telah menduduki
daerah pesisir pantai sejak 4.000 tahun yang lalu. Dengan demikian
perdagangan antar pulau sudah aktif sejak zaman tersebut dan bersamaan
dengan itu saling mempengaruhi antarbudaya juga telah menyebar.
Lombok Mirah Sasak Adi adalah salah satu kutipan dari kita
Negarakertagama, sebuah kitab yang memuat tentang kekuasaan dan
pemerintahaan kerajaan Majapahit. Kata “Lombok” dalam bahasa kawi
berarti lurus atau jujur, kata “mirah” berarti permata, kata “sasak”
berarti kenyataan, dan kata “adi” artinya yang baik atau yang utama.
Maka arti keseluruhannya yaitu kejujuran adalah permata kenyataan yang
baik atau utama. Makna filosofi itulah mungkin yang selalu di idamkan
leluhur penghuni tanah Lombok yang tercipta sebagai bentuk kearifan
lokal yang harus dijaga dan dilestariakan oleh anak cucunya (Sasak children).
Dalam kitab – kitab lama, nama Lombok dijumpai disebut Lombok mirah dan
Lombok adi . Beberapa lontar Lombok juga menyebut Lombok dengan gumi
selaparang atau selapawis.
Asal-usul penduduk pulau Lombok terdapat di beberapa versi, salah
satunya yaitu kata “sasak” secara etimilogis menurut Dr. Goris. s.
berasal dari kata “sah” yang berarti pergi dan “shaka” yang berarti
leluhur. Berarti pergi ke tanah leluhur orang Sasak (Lombok). Dari
etimologis ini di duga leluhur orang Sasak adalah orang Jawa. Terbukti
pula dari tulisan Sasak yang oleh penduduk Lombok disebut Jejawan, yakni
aksara Jawa yang selengkapnya diresepsi oleh kesusastraan Sasak.
Sasak traditional merupakan etnis mayoritas penghuni pulau Lombok,
suku Sasak merupakan etnis utama meliputi hampir 95% penduduk
seluruhnya. Bukti lain juga menyatakan bahwa berdasarkan prasasti tong –
tong yang ditemukan di Pujungan, Bali, Suku Sasak sudah menghuni pulau
Lombok sejak abad IX sampai XI Masehi, Kata Sasak pada prasasti tersebut
mengacu pada tempat suku bangsa atau penduduk seperti kebiasaan orang
Bali sampai saat ini sering menyebut pulau Lombok dengan gumi sasak yang
berarti tanah, bumi atau pulau tempat bermukimnya orang Sasak.
Sejarah Lombok tidak lepas dari silih bergantinya penguasaan dan
peperangan yang terjadi di dalamnya baik konflik internal, yaitu
peperangan antar kerajaan di Lombok maupun ekternal yaitu penguasaan
dari kerajaan di luar pulau Lombok. Perkembangan era Hindu, Buddha,
memunculkan beberapa kerajaan seperti Selaparang Hindu, dan Bayan.
Kerajaan-kerajaan tersebut dalam perjalannya di tundukan oleh penguasa
dari kerajaan Majapahit saat ekspedisi Gajah Mada di abad XIII – XIV dan
penguasaan kerajaan Gel – Gel dari Bali pada abad VI.
Antara Jawa, Bali dan Lombok mempunyai beberapa kesamaan budaya
seperti dalam bahasa dan tulisan. Jika di telusuri asal – usul mereka
banyak berakar dari Hindu Jawa. Hal itu tidak lepas dari pengaruh
penguasaan kerajaan Majapahit yang kemungkinan mengirimkan anggota
keluarganya untuk memerintah atau membangun kerajaan di Lombok. Pengaruh
Bali memang sangat kental dalam kebudayaan Lombok hal tersebut tidak
lepas dari ekspansi yang dilakukan oleh kerajaan Bali sekitar tahun 1740
di bagian barat pulau Lombok dalam waktu yang cukup lama. Sehingga
banyak terjadi akulturasi antara budaya lokal dengan kebudayaan kaum
pendatang. Hal tersebut dapat dilihat dari terjelmanya genre – genre
campuran dalam kesenian. Banyak genre seni pertunjukan tradisional
berasal atau diambil dari tradisi seni pertunjukan dari kedua etnik.
Sasak dan Bali saling mengambil dan meminjam sehingga terciptalah genre
kesenian baru yang menarik dan saling melengkapi.
Gumi Sasak silih berganti mengalami peralihan kekuasaan hingga ke era
Islam yang melahirkan kerajaan Islam Selaparang dan Pejanggik. Ada
beberapa versi masuknya Islam ke Lombok sepanjang abad XVI Masehi. Yang
pertama berasal dari Jawa dengan cara Islam masuk lewat Lombok timur.
Yang kedua peng-Islaman berasal dari Makassar dan Sumbawa. Ketika ajaran
tersebut diterima oleh kaum bangsawan ajaran tersebut dengan cepat
menyebar ke kerajaan–kerajaan di Lombok timur dan Lombok tengah.
Mayoritas etnis sasak beragama Islam, namun demikian dalam
kenyataanya pengaruh Islam juga berakulturasi dengan kepercayaan lokal
sehingga terbentuk aliran seperti wektu telu, jika dianalogikan seperti
abangan di Jawa. Pada saat ini keberadaan wektu telu sudah kurang
mendapat tempat karena tidak sesuai dengan syariat Islam. Pengaruh Islam
yang kuat menggeser kekuasaan Hindu di pulau Lombok, hingga saat ini
dapat dilihat keberadaannya hanya di bagian barat pulau Lombok saja
khususnya di kota Mataram.
Silih bergantinya penguasaan di Pulau Lombok dan masuknya pengaruh
budaya lain membawa dampak semakin kaya dan beragamnya khasanah
kebudayaan Sasak. Sebagai bentuk dari Pertemuan (difusi, akulturasi,
inkulturasi) kebudayaan. Seperti dalam hal kesenian, bentuk kesenian di
Lombok sangat beragam. Kesenian asli dan pendatang saling melengakapi
sehingga tercipta genre-genre baru. Pengaruh yang paling terasa
berakulturasi dengan kesenian lokal yaitu kesenian bali dan pengaruh
kebudayaan Islam. Keduanya membawa kontribusi yang besar terhadap
perkembangan kesenian-kesenian yang ada di Lombok hingga saat ini.
Implementasi dari pertemuan kebudayaan dalam bidang kesenian yaitu, yang
merupakan pengaruh Bali; Kesenian Cepung, cupak gerantang, Tari
jangger, Gamelan Thokol, dan yang merupakan pengaru Islam yaitu kesenian
Rudad, Cilokaq, Wayang Sasak, Gamelan Rebana.
3. Kajian tentang kerajaan-kerajaan di Lombok
Di antara sumber sejarah yang bisa digunakan untuk menjelaskan asal usul dari Lombok adalah Babad Lombok. Menurut Babad Lombok, kerajaan tertua di pulau Lombok bernama Kerajaan Laeq. Tapi, sumber lain, yaitu Babad Suwung menyatakan bahwa, bahwa kerajaan tertua di Lombok adalah kerajaan Suwung yang dibangun dan diperintah oleh Raja Betara Indera. Setelah Kerajaan Suwung ini surut, baru muncul Kerajaan Lombok. Mana yang benar, Laeq atau Suwung? Semuanya masih dalam perdebatan.
Di antara sumber sejarah yang bisa digunakan untuk menjelaskan asal usul dari Lombok adalah Babad Lombok. Menurut Babad Lombok, kerajaan tertua di pulau Lombok bernama Kerajaan Laeq. Tapi, sumber lain, yaitu Babad Suwung menyatakan bahwa, bahwa kerajaan tertua di Lombok adalah kerajaan Suwung yang dibangun dan diperintah oleh Raja Betara Indera. Setelah Kerajaan Suwung ini surut, baru muncul Kerajaan Lombok. Mana yang benar, Laeq atau Suwung? Semuanya masih dalam perdebatan.
Secara selintas, urutan berdirinya kerajaan-kerajaan di daerah ini
bisa dirunut sebagai berikut, dengan catatan bahwa ini bukan
satu-satunya versi yang berkembang. Pada awalnya, kerajaan yang berdiri
adalah Laeq. Diperkirakan, posisinya berada di kecamatan Sambalia,
Lombok Timur. Dalam perkembangannya, kemudian terjadi migrasi,
masyarakat Laeq berpindah dan membangun sebuah kerajaan baru, yaitu
kerajaan Pamatan, di Aikmel, desa Sembalun sekarang. Lokasi desa ini
berdekatan dengan Gunung Rinjani. Suatu ketika, Gunung Rinjani meletus,
menghancurkan desa dan kerajaan yang berada di sekitarnya. Para penduduk
menyebar menyelamatkan diri ke wilayah aman. Perpindahan tersebut
menandai berakhirnya kerajaan Pamatan.
Setelah Pamatan berakhir, muncullah kerajaan Suwung yang didirikan
oleh Batara Indera. Lokasi kerajaan ini terletak di daerah Perigi saat
ini. Setelah kerajaan Suwung berakhir, barulah kemudian muncul kerajaan
Lombok. Seiring perjalanan sejarah, kerajaan Lombok kemudian mengalami
kehancuran akibat serangan tentara Majapahit pada tahun 1357 M. Raden
Maspahit, penguasa kerajaan Lombok melarikan diri ke dalam hutan. Ketika
tentara Majapahit kembali ke Jawa, Raden Maspahit keluar dari hutan dan
mendirikan kerajaan baru dengan nama Batu Parang. Dalam
perkembangannya, kerajaan ini kemudian lebih dikenal dengan nama
Selaparang.
Berkaitan dengan Selaparang, kerajaan ini terbagi dalam dua periode:
pertama, periode Hindu yang berlangsung dari abad ke-13 M, dan berakhir
akibat ekspedisi kerajaan Majapahit pada tahun 1357 M; dan kedua,
periode Islam, berlangsung dari abad ke-16 M, dan berakhir pada abad
ke-18 (1740 M), setelah ditaklukkan oleh pasukan gabungan kerajaan
Karang Asem, Bali dan Banjar Getas.
Sebelum Abad ke 16 Lombok berada dalam kekuasan Majapahit, dengan
dikirimkannya Maha Patih Gajah Mada ke Lombok. Pada akhir abad ke 16
sampai awal abad ke 17, lombok banyak dipengaruhi oleh Jawa Islam
melalui dakwah yang dilakukan oleh Sunan Giri, juga dipengaruhi oleh
Makassar. Hal ini yang menyebabkan perubahan agama di suku Sasak, yang
sebelumnya Hindu menjadi Islam.
Pada awal abad ke 18 M, Lombok ditaklukkan oleh kerajaan Gel Gel
Bali. Peninggalan Bali yang sangat mudah dilihat adalah banyaknya
komunitas Hindu Bali yang mendiami daerah Mataram dan Lombok Barat.
Beberapa Pura besar juga gampang di temukan di kedua daerah ini. Lombok
berhasil bebas dari pengaruh Gel Gel setelah terjadinya pengusiran yang
dilakukan kerajaan Selapang (Lombok Timur) dengan dibantu oleh kerajaan
yang ada di Sumbawa (pengaruh Makassar). Beberapa prajurit Sumbawa
kabarnya banyak yang akhirnya menetap di Lombok Timur, terbukti dengan
adanya beberapa desa di Tepi Timur Laut Lombok Timur yang penduduknya
mayoritas berbicara menggunakan bahasa Samawa.
Uraian di atas setidaknya bisa menunjukkan bahwa, kerajaan-kerajaan
tersebut benar-benar ada, pernah berdiri, berkembang kemudian runtuh.
Bagaimana informasi selanjutnya, seperti kehidupan sosial budaya
masyarakat awam dan keluarga istana saat itu? Data sejarah yang ada
belum banyak mengungkap fakta tersebut.
Menurut Lalu Djelenga, catatan sejarah yang lebih berarti mengenai
kerajaan-kerajaan di Lombok dimulai dari masuknya ekspedisi Majapahit
tahun 1343 M, di bawah pimpinan Mpu Nala. Ekspedisi Mpu Nala ini dikirim
oleh Gajah Mada sebagai bagian dari usahanya untuk mempersatukan
seluruh Nusantara di bawah bendera Majapahit. Pada tahun 1352 M, Gajah
Mada datang ke Lombok untuk melihat sendiri perkembangan daerah
taklukannya.
Menurut Djelenga, ekspedisi Majapahit ini meninggalkan jejak kerajaan
Gel gel di Bali. Sedangkan di Lombok, berdiri empat kerajaan utama yang
saling bersaudara, yaitu: kerajaan Bayan di barat, kerajaan Selaparang
di Timur, kerajaan Langko di tengah, dan kerajaan Pejanggik di selatan.
Selain keempat kerajaan tersebut, terdapat beberapa kerajaan kecil,
seperti Parwa dan Sokong Samarkaton serta beberapa desa kecil, seperti
Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan, dan Kentawang. Seluruh
kerajaan dan desa ini takluk di bawah Majapahit. Ketika Majapahit
runtuh, kerajaan dan desa-desa ini kemudian menjadi wilayah yang
merdeka.
Di antara kerajaan dan desa-desa di atas, yang paling terkemuka dan
paling terkenal adalah kerajaan Lombok yang berpusat di Labuhan Lombok.
Pusat kerajaan ini terletak di Teluk Lombok yang strategis, sangat indah
dengan sumber air tawar yang banyak. Posisi strategis dan banyaknya
sumber air menyebabkannya banyak dikunjungi pedagang dari berbagai
negeri, seperti Palembang, Banten, Gresik, dan Sulawesi. Berkat
perdagangan yang ramai, maka kerajaan Lombok berkembang dengan cepat.
Kedatangan Penjajah Belanda
Belanda telah datang dan berhasil menundukkan banyak kerajaan di nusantara. Watak imperialisme Belanda yang ingin menguasai seluruh jalur perdagangan di nusantara telah menimbulkan kemarahan Kerajaan Gowa di Sulawesi. Jalur perdagangan di utara telah dikuasai oleh Belanda. Untuk mencegah jatuhnya jalur selatan, kemudian Gowa berinisiatif menutup jalur selatan dengan menguasai Pulau Sumbawa dan Selaparang. Kedatangan penjajah Eropa juga membawa misi kristenisasi, karena itu, Gowa kemudian menaklukkan Flores Barat dan mendirikan Kerajaan Manggarai untuk mencegah kristenisasi tersebut.
Belanda telah datang dan berhasil menundukkan banyak kerajaan di nusantara. Watak imperialisme Belanda yang ingin menguasai seluruh jalur perdagangan di nusantara telah menimbulkan kemarahan Kerajaan Gowa di Sulawesi. Jalur perdagangan di utara telah dikuasai oleh Belanda. Untuk mencegah jatuhnya jalur selatan, kemudian Gowa berinisiatif menutup jalur selatan dengan menguasai Pulau Sumbawa dan Selaparang. Kedatangan penjajah Eropa juga membawa misi kristenisasi, karena itu, Gowa kemudian menaklukkan Flores Barat dan mendirikan Kerajaan Manggarai untuk mencegah kristenisasi tersebut.
Ekspansi Gowa menimbulkan kekhawatiran Gelgel. Untuk mencegah agar
Gelgel tidak dimanfaatkan Belanda, maka Gowa kemudian mengadakan
perjanjian dengan Gelgel tahun 1624 M, yang disebut Perjanjian Sagining.
Dalam perjanjian diatur, Gelgel tidak akan mengadakan perjanjian
kerjasama dengan Belanda, sementara Gowa akan melepaskan kekuasaannya
atas Selaparang. Perjanjian ini tidak berlangsung lama, karena
masing-masing pihak melanggar isi perjanjian tersebut.
Untuk mengimbangi Gelgel yang bekerjasama dengan Belanda, kemudian
Gowa bekerjasama dengan Mataram di Jawa. Selanjutnya, dalam usaha untuk
memperebutkan hegemoni, akhirnya pecah peperangan antara Gowa dan
Belanda di Lombok. Dalam perang tersebut, Gowa mengalami kekalahan,
hingga terpaksa menandatangani perjanjian dengan Belanda di Bungaya.
Bungaya merupakan sebuah tempat yang terletak dekat pusat Kerajaan
Gelgel di Klungkung, Bali, dan merupakan simbol dari dekatnya hubungan
antara Gelgel dengan Belanda.
Konsekwensi kekalahan Gowa dari Belanda adalah, Gowa harus melepaskan
seluruh daerah kekuasaannya di Lombok, Sumbawa dan Bima. Memanfaatkan
kekosongan Gowa tersebut, Gelgel kembali mencoba menaklukkan Selaparang,
namun selalu menemui kegagalan.
Walaupun Selaparang telah berhasil mengalahkan Gelgel, namun, wilayah
kerajaan ini belum sepenuhnya aman dari ancaman eksternal. Dalam
perkembangannya, kemudian berdiri dua kerajaan baru pada tahun 1622 M,
yaitu Kerajaan Pagutan dan Pagesangan. Untuk mengantisipasi ancaman,
kemudian Selaparang menempatkan sepasukan kecil tentara untuk menjaga
perbatasan di bawah pimpinan Patinglaga Deneq Wirabangsa.
Ternyata, kehancuran Selaparang bukan karena serangan dua kerajaan
kecil ini, tapi akibat serangan ekspedisi tentara Kerajaan Karang Asem
tahun 1672 M. Pusat Kerajaan Selaparang rata dengan tanah, sementara
keluarga kerajaan semuanya terbunuh. Sejak saat itu, Kerajaan Karang
Asem menjadi penguasa tunggal di Lombok.
4. Kehidupan Sosial Budaya
Di masa Prabu Rangkesari, Lombok (Selaparang) mencapai masa kejayaannya. Saat itu, kehidupan budaya berkembang pesat. Para cerdik pandai dari Selaparang menguasai dengan baik bahasa Kawi, bahasa yang berkembang di nusantara ketika itu. Berkat kemajuan dalam dunia sastra tersebut, akhirnya, para cendekiawan Selaparang berhasil menciptakan aksara baru, yaitu aksara Sasak yang disebut Jejawen.
Di masa Prabu Rangkesari, Lombok (Selaparang) mencapai masa kejayaannya. Saat itu, kehidupan budaya berkembang pesat. Para cerdik pandai dari Selaparang menguasai dengan baik bahasa Kawi, bahasa yang berkembang di nusantara ketika itu. Berkat kemajuan dalam dunia sastra tersebut, akhirnya, para cendekiawan Selaparang berhasil menciptakan aksara baru, yaitu aksara Sasak yang disebut Jejawen.
Dengan bekal pengetahuan bahasa Kawi, Sasak dan aksara Sasak, para
sastrawan Selaparang banyak mengarang, menggubah, mengadaptasi, atau
menyalin sastra Jawa kuno ke dalam lontar-lontar Sasak. Di antara
lontar-lontar tersebut adalah Kotamgama, Lapel Adam, Menak Berji dan
Rengganis. Selain itu, para pujangga juga banyak menyalin dan
mengadaptasi ajaran sufi para walisongo. Salinan dan adaptasi tersebut
tampak dalam lontar-lontar yang berjudul Jatiswara, Lontar Nursada dan
Lontar Nurcahya. Bahkan hikayat-hikayat Melayu pun banyak yang disalin
dan diadaptasi, seperti Lontar Yusuf, Hikayat Amir Hamzah dan Hikayat
Sidik Anak Yatim.
Kajian yang lebih mendalam terhadap lontar-lontar tersebut akan mampu
mengungkap kondisi sosial, budaya dan politik masyarakat Lombok pada
saat itu. Dalam bidang sosial politik misalnya, Lontar Kotamgama
menggariskan sifat dan sikap seorang pemimpin, yakni Danta, Danti,
Kusuma, dan Warsa. Danta berarti gading gajah, artinya, apabila
dikeluarkan, tidak mungkin dimasukkan lagi; Danti berarti ludah,
artinya, apabila sudah dilontarkan ke tanah, tidak mungkin dijilat lagi;
Kusuma berarti kembang, artinya, bunga yang sama tidak mungkin mekar
dua kali; Warsa artinya hujan, artinya, apabila telah jatuh ke bumi,
tidak mungkin naik kembali menjadi awan. Itulah sebabnya, seorang raja
atau pemimpin hendaknya berhati-hati dalam setiap tindakan, agar tidak
melakukan banyak kesalahan.
Demikianlah, Kerajaan Selaparang muncul, berkembang kemudian runtuh.
Walaupun demikian, sisa-sisa peradaban tulis yang ditinggalkannya
menunjukkan bahwa, kehidupan budaya di negeri ini cukup semarak dan
berkembang.
5. Suku di Lombok (suku Sasak)
Jika diperhatikan secara fisik, suku Sasak ini lebih mirip orang Bali dibandingkan orang Sumbawa. Dari aspek ini bisa jadi orang Sasak berasal dari Bali. Sekarang tinggal di cari orang Bali berasal dari mana?
Jika diperhatikan secara fisik, suku Sasak ini lebih mirip orang Bali dibandingkan orang Sumbawa. Dari aspek ini bisa jadi orang Sasak berasal dari Bali. Sekarang tinggal di cari orang Bali berasal dari mana?
0 komentar:
Posting Komentar